Thursday 4 March 2010

MEDIA MUDA NUSANTARA : Sumpah Gajah Mada (SGM) : Tumasik Samana Ingsun Amukti Palapa




Hasil gambar untuk foto gajah madaIni ramuan sukses yang jarang dibicarakan. Ramuan ini asli made in Nusantara. Jauh sebelum orang mengenal nama-nama besar di bidang pengembangan diri, konseptor sukses yang satu ini sudah lebih dulu hadir. Semua maha guru ilmu pengembangan diri yang sudah klasik maupun masih relatif populer saat ini—sebutlah beberapa nama seperti David Scwartz, Andrew Carnegie, Norman Vincent Peale, Dale Carnegie, Robert Schuller, Zig Ziglar, Anthony Robbins, Stephen R. Covey, Martin Seligman, Paul Stoltz, John C. Maxwell, Brian Tracy, John Grinder, Richard Bandler, dan sebagainya—belum ada yang menyamai prestasi nenek moyang kita yang satu ini.

Menurut Wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Gajah_Mada), resep asli yang dicetuskan oleh tokoh besar di paruh pertama abad ke-14 itu tercatat dalam kitab Pararaton. Bunyinya adalah sebagai berikut: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa”. Dalam terjemahan bebas yang dicantumkan Wikipedia, artinya : “Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku tak akan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan pulau Gurun, pulau Seram, Tanjung Pura, pulau Haru, Pahang, Dompo, pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa”.

Ya. Benar sekali. Itulah Sumpah Palapa alias Sumpah Gajah Mada yang terkenal. Dalam setiap pelajaran sejarah Indonesia yang menyentuh episode Kerajaan Majapahit, nama Gajah Mada harus disebut dan dihafalkan bersama Prabu Hayam Wuruk. Di sejumlah kota besar negeri ini, nama Gajah Mada dan Hayam Wuruk diabadikan sebagai nama jalan yang penting. Khusus di Jakarta, letak Jalan Gajah Mada bahkan bersisian dengan Jalan Hayam Wuruk di pusat kota, beberapa puluh meter saja dari Istana Negara.

Begitu kenal dan hafalnya orang pada Sumpah Gajah Mada (SGM) itu, sampai-sampai banyak orang tak sempat melihat relevansinya terhadap berbagai konsep sukses saat ini. SGM sebenarnya bukan hanya terbukti manjur untuk menyatukan Nusantara di masa silam. SGM juga bisa menjadi formula sukses yang luar biasa, jika diterapkan bahkan oleh para petinggi negeri bernama Indonesia saat ini.

Perhatikan struktur sumpah tersebut. Gajah Mada memilih untuk tidak makan “palapa” yang menunjuk pada “rempah-rempah” atau simbol dari “kenikmatan duniawi”. Dengan kata lain, ia berpuasa, berpantang diri untuk tidak mencicipi kenikmatan duniawi. Ia tetap makan dan minum juga, tetapi seperlunya. Ia tidak mengumbar hawa nafsunya, walau pun posisinya sebagai Mahapatih (Perdana Menteri) memberinya peluang besar untuk bisa menikmati apapun yang dia inginkan. Ia mendisiplin dirinya dengan ketat. Itu hal pertama.

Hal kedua adalah tujuan yang besar dan mulia. Tujuan besar dan mulia membuat bulu kuduk bergidik. SGM tidak dibuat untuk diet dalam rangka melangsingkan diri, seperti yang galib kita saksikan dilakukan para tokoh selebritas. Tujuan yang ingin dicapai bukan pula untuk kesuksesan pribadi. Bukan untuk menjadi kaya raya secara cepat, atau untuk naik gaji tiga kali dalam setahun. Bukan untuk meledakkan omset penjualan 300-600 % dalam enam bulan ke depan. Bukan juga untuk memperoleh posisi atau jabatan empuk yang penuh fasilitas mewah. Bukan. Tujuan Gajah Mada lebih besar daripada kepentingan diri dan keluarganya. Tujuannya bahkan mengalahkan suku-suku bangsa, sehingga berskala ”lintas suku bangsa”, lintas etnis.

Hal ketiga adalah jenis puasanya. Ia puasa ”palapa” alias ”rempah-rempah”. Ini berarti ia puasa mengenai sesuatu yang sederhana, sesuatu yang tidak membahayakan kesehatan tubuhnya, tetapi yang setiap hari (setiap kali makan) akan ia ingat. Ia membuat semacam sistem peringatan diri, setiap hari ia akan diingatkan akan tujuannya.

Nah, berguru pada Sang Mahapatih, seorang pekerja muda yang ingin maju dalam karier bisa saja membuat sumpah seperti ini, ”Sebelum aku bisa membeli rumahku sendiri, aku tidak akan nonton film di bioskop. Sebelum aku membayar uang muka rumah pertamaku dan melunasi cicilan tahun pertama, aku tidak akan nonton film di bioskop”.

Seorang manajer penjualan yang ingin berprestasi, bisa membuat sumpah, ”Sebelum target penjualan tahun ini tercapai, aku tidak akan makan sate kambing kesenanganku. Sebelum bonus tanda pencapaian target penjualan tahun ini ditransfer ke rekeningku, aku tak akan menggigit satu pun sate kambing kesenanganku”.

Seorang pemimpin perusahaan yang ingin maju, bisa bersumpah, ”Sebelum perusahaan ini memiliki cabang di 33 propinsi yang ada di Indonesia, aku tidak akan minum kopi kesukaanku. Sebelum berdiri kantor cabang di 33 propinsi itu, tidak akan ada yang pernah melihatku minum kopi favoritku itu”.

Yang paling afdol adalah kalau seorang pejabat setingkat eselon satu, menteri, menteri koordinator, bahkan wakil presiden dan presiden, di awal jabatannya bersumpah, ”Sebelum berhasil memberantas korupsi, aku tidak akan minum teh atau kopi apapun. Sebelum bisa membuat angka korupsi di departemen yang aku pimpin menjadi angka terendah dalam indek korupsi yang diukur oleh tim independen, maka aku tidak akan minum teh atau kopi manapun”. (Tentu saja jenis puasa yang dipilih pejabat itu harus terkait dengan makanan atau minuman favoritnya, yang tidak membahayakan kesehatannya, namun membuatnya tidak mencicipi ”kenikmatan duniawi” sebelum mengangkat harkat dan derajat rakyat yang dipimpinnya, yang masih menderita karena korupsi dimana-mana).

Jadi, kalau ramuan sukses Gajah Mada ini mau dimodifikasi dan diterapkan untuk berbagai macam konteks agar Indonesia menjadi lebih baik, semuanya masih relevan. SGM bahkan lebih relevan untuk diaplikasikan ketimbang berbagai sumpah jabatan yang tidak jelas komitmennya dan pejabatnya kemudian banyak yang terlibat korupsi.

Ayo, siapa (pejabat mana) yang berani menerima tantangan melakukan sumpah berstruktur SGM? Kalau tak ada, ya keterlaluan! Masa sudah diberi resep sukses tak juga dilakukan. Iya nggak sih?

(Catatan khusus: Terus terang, tidak jelas bagi saya apakah pengusaha senior Bob Sadino, yang selalu tampil bercelana pendek dan baju buntung itu, pernah menggunakan format SGM dalam hidupnya. Yang jelas sampai hari ini dia tidak juga sempat bercelana panjang. Mungkin masih ada ”tujuan” yang belum tercapai juga. Coba saja tanyakan kepadanya. Hahahahaha!)

*) Andrias Harefa. Mindset Therapist, Penulis 35 Buku Best-Seller, Trainer/Speaker Coach Berpengalaman 20 Tahun

No comments:

Post a Comment